Semenjak Supardi membawa safira pulang dan mengizinkan tinggal dirumahnya, perempuan itu meradang, rumah tangga yang telah dijalani selama tiga tahun terkoyak, manis bahagia yang dulu setiap hari mereka lalui, sekarang berubah menjadi lautan amarah. Tiap hari perempuan itu harus membanting minimal satu perabotan rumah tangganya, entah itu piring, gelas, cangkir dan sesekali kadang panci pun harus meloncat keluar dari dapur. Sebenarnya sih wajar, perempuan mana yang sudi dimadu, apalagi safira cantik, mulus dan menggiurkan. Semua mata lelaki akan terhipnotis dengen kesempurnaanya, termasuk Supardi yang lupa diri ini. “mau sampai kapan mas, seperti ini terus’? keluh juminten suatu pagi, ketika melihat Supardi sedang asyik berduaan dengan safira diteras rumahnya. “heh!, kamu diam aja jum, ini urusan laki-laki, mending kamu masuk, urus itu dapur, aku mau sarapan”!. Bentak Supardi, tak kalah garangnya dengan Juminten. “mbok sampean iku eling mas, jadi laki-laki janga...
-Dia yang Bukan Saudaraku Seiman, Adalah Saudaraku Dalam Kemanusiaan-