Manusia adalah makhluk yang sempurna, semacam legitimasi-dalam ajaran agama islam itu tak terbantahkan, dan bahkan dalam agama-agama yang lain kita sama-sama sepakat akan hal itu. Tetapi kemudian pertanyaan besar, kenapa kita masih memandang cacat (mohon maaf) manusia yang memiliki keterbatasn khusus, semisal tidak bisa melihat, tidak punya kaki, tidak memiliki tangan dan lain sebagainya. Bukankah dengan menganggap cacat itu secara tidak langsung kita mereduksi kesempurnaan manusia? kalimat itu terlontar begitu saja dari mulut lelaki yang selalu memegang tongkat di tangannya. Kadang, tanpa disadari ataupun tidak, kita terlalu bangga dengan kesempurnaan dan menganggap saudara-saudara kita yang memiliki keterbatasan dengan label yang macem-maem, termasuk barangkali sebagai manusia yag harus di kesampingkan. Perkenalanku dengan Bapak Setia Adi, telah banyak membuka simpul-simpul kemanusiaanku, beliau adalah seorang Diffabel yang selalu membutuhkan tongkat ketika hendak berjal...
-Dia yang Bukan Saudaraku Seiman, Adalah Saudaraku Dalam Kemanusiaan-