Langsung ke konten utama

Rahasia (sebuah cerita diri)

Namaku Nisa’, usiaku sekarang menginjak 22 tahun.
Disini, lewat tulisan ini, aku ingin bercerita tentang rahasia yang selama ini aku tutup rapat. Rahasia ini belum banyak yang tau, tapi saat kau sudah membaca tulisanku ini, berarti kau sudah mengetahui rahasiaku,
dan sssssssttt...!!
Pintaku cuma satu, jangan ceritakan kepada siapapun, terutama kepada ibuku. Biarkan ini tetap menjadi rahasia, antara aku dan kamu...
Sekarang, saat ku mulai menulis cerita ini, aku sedang menempuh pendidikan di salah satu perguruan tinggi di kota yang katanya berbudaya dan terpelajar. Seperti mahasiswi yang lain, selepas lulus dari SMA di kota kelahiranku: Tasikmalaya, aku mulai melirik untuk menggantungkan cita-citaku di kota yang paling romantis, yap, kota itu bernama : Jogjakarta.

Sejujurnya, kepribadianku biasa saja, seperti perempuan lain pada umumnya, di sela kesibukanku merampungkan kewajiban akademik, Aku juga sering menaruh hati pada setiap lelaki yang pintar dan tampan. Tercatat dalam daftar buku deari ku, setidaknya ada nama tujuh laki-laki yang pernah singgah dan menjatuhkan hati padaku. Tetapi lebih dari itu, serius, bukan itu yang menajadi rahasiku.
Sebenarnya, Rahasia itu ada pada hubunganku dengan ibuku. Belum banyak yang tau, hubunganku dengan ibuku sungguh teramat unik. Bukan tanpa alasan kenapa aku katakan hubungan ku dengan ibu sangat unik.

Begini saya kasih tau..

Tidak seperti ibu pada umumnya, Ibuku sangat pandai memainkan peran. Ibuku bisa menjelma menjadi apa saja yang tidak terlintas di kepalaku, semisal ketika ibu aku curhati tentang pacarku : Andi, yang tega selingkuh dengan teman sekampusku. Dan kamu tau? waktu itu ibu Cuma bilang “kenapa kamu nggak balik selingkuhi dia, dengan dua teman sefakultasnya dia, itu akan lebih keren”
Atau ketika ibu berkunjung ke jogja, kami berdua jalan-jalan ke kota, makan bakso di pinggiran jalan dekat alun-alun, tiba-tiba datang pengemis yang sangat tua, memakai tongkat.
Saatku buka dompet, tidak ada uang recehan di dompetku, ibuku tau, aku lalu tidak memberinya. Ibu tiba-tiba langsung marah dan pergi, aku berlari mengejarnya, waktu itu ibu berkata “Sejak kapan ibu ajari kamu memberi dengan recehan?” saat itu aku marah sama ibu, dan aku kasihkan semua uang yang ada di dompetku, ke pengemis yang ada di sepanjang jalan yang aku lalui untuk pulang. Berharap ibu akan menegur tingkahku yang telah menghabiskan uangnya untuk pengemis.
Tapi aneh, aku lihat ekspresi ibu biasa aja, dan sampai sekarang tidak pernah menanyakan berapa uang yang aku berikan ke pengemis. Walaupun, saat itu aku sangat berharap ibu menanyakan nominalnya, dan akan aku jawab dengan nada marah, “Semua uang yang kemarin ibu kasih untuk bulanan, aku kasihkan semua ke pengemis” tetapi sungguh, ibuku tidak pernah menanyakan hal itu. Paginya, sebelum pulang ke kampung, ibu malah memberiku uang bulanan lagi.

Pernah juga ketika tahun 2012 waktu itu, presiden menaikan harga BBM dan terjadi penolakan dari kalangan semua mahasiswa di Indonesia, termasuk di kampusku juga ramai, para mahasiswa melakukan aksi turun ke jalan untuk menentang kenaikan harga bahan bakar. Saat teman-temanku melakukan aksi ke jalan, aku memilih tiduran di kos. Anehnya ibu tau, tiba-tiba telfon dan langsung menyuruhku untuk turun ke jalan ikutan demonstran menolak kenaikan BBM, “kalo kamu nggak ikutan demo, ibu nggak akan kirimi uang bulanan” ancam ibu waktu itu. Mendengar ancaman itu, aku kalang kabut, langsung ambil masker dan ikut di barisan para mahasiswa yang kebanyakan laki-laki, berpanas-panasan.

Serius! Ibuku memang aneh. Saat datang pertama dengan ibuku ke kota Jogja ini, ibu menitipkan seekor ikan koi untuk aku pelihara dalam sebuah aquarium, yang diletakan di pojok kamar.
Waktu itu ibu bilang, “Jika nanti kamu kangen sama ibu, kamu tinggal kasih makan dia, kamu rawat dia baik-baik, seperti kamu menjaga ibumu”. Seperti biasa, aku hanya diam dan tak berfikir aneh, dengan tingkah ibu yang super melankolis.

Semenjak hari itu, kebiasanku setiap bangun pagi, aku lihat ikan pemberian ibu, memberi makan lalu menanyakan kabar. Dan anehnya, ini sungguh-sungguh terjadi, ikan koi itu seperti menjelma menjadi ibuku. Seperti suatu ketika aku bangun pagi, ku lihat ikan koi pemberian ibu pucat dan lebih banyak diam, aku beri makan, dia diam saja. Saat itu aku telfon ibuku dan menanyakan kabarnya, dan baru saat itu aku tau, ibu sedang di rundung duka karena sahabat dekatnya baru saja meningal dunia.
Dan pernah juga, ketika sehabis pulang dari kampus, aku lihat ikan koi pemberian ibu tampak murung, seketika itu aku cari handphoneku dan telfon ibu. Saat itu aku tau, bahwa ibu baru saja terjatuh dari kamar mandi dan kakinya keseleo.

Sebagai syarat kelulusan akademik, aku harus menyelesaikan pengabdian di sebuah dusun di ujung kota, dan mewajibkan aku tinggal disana, itu artinya aku harus meninggalkan ikan koi pemberian ibu dalam jangka waktu yang sedikit lebih lama. Saat itu sudah aku utarakan kepada ibu, dan beliau Cuma menjawab, semua akan baik-baik saja. Walaupun begitu, seminggu sekali aku sempatkan untuk pulang, menjenguk ikan koi pemberian ibu, setiap akan kembali ke dusun pengabdian, aku selalu sempatkan memberinya makan dengan porsi yang lebih banyak dari biasanya.

Suatu hari, ketika sedang seremoni perpisahan untuk mengakhiri pengabdianku, tiba-tiba aku merasa tidak nyaman, terfikir olehku nasib ikan koi dan ibuku. Perasaan itu tiba-tiba saja muncul dan mengganggu konsentrasiku. Aku berusaha telfon ibu tetapi tidak ada jawaban, aku ulangi berkali-kali, tetap saja tak ada jawaban, aku semakin kalut tak menentu-gelisah. Segera setelah selesai, aku bergegas pulang dan menengok ikan koi pemberian ibu, dan benar saja, ikan koi itu terlihat pucat dan seperti mau mati kehabisan oksigen.
Tak berfikir panjang, aku lempar tasku dan segera mencari tiket kereta untuk pulang ke tasikmalaya, mencari pemberangkatan kereta yang tercepat, tak peduli itu kereta bisnis yang harga tiketnya melambung tinggi, yang ada di kepalaku cuma bagaimana secepat mungkin aku bisa sampai di rumah.

Tiba di rumah, keadaan sepi, tidak ku dapati sosok ibu, dengan perasaan cape luar biasa, aku tanya ke Bi Surti tetangga yang depan rumahnya ada pohon mangga, tempat kecilku biasa bermain. Kata Bi surti, ibu sedang ada di rumah sakit, tertabarak motor tadi pagi, waktu mau pulang habis belanja sayuran dari Bu Jubaidah.
Sampai di rumah sakit, ibu sedang terbaring lemah, aku langsung merajuk ke pak Dokter menanyakan keadaan Ibu, “semua sudah tertangani, Ibu Cuma butuh istirahat” kata dokter Arifin yang ku tau namanya, dari papan nama yang menggantung di dadanya.

Ada banyak hal-hal aneh dengan hubunganku dengan ibuku. Diantara kami sungguh sangat dekat, sampai rasanya tak ada jarak, tak ada rahasia, karena saling terbuka. Karena sepandai apapun aku menyembunyikan sesuatu kepada ibuku, dia pasti tau. Entah bagaimana caranya, dia bisa sangat peka terhadap gerak, ekspresi maupun intonasi perubahan dari sesuatu yang aku sembunyikan.

Kecuali satu,
ketika aku harus menggugurkan kandungan buah cinta dengan mas Andi, satu tahun silam, sampai hari ini aku belum berani berterus terang kepadanya, aku takut ibu kecewa, walaupun aku tau ibu tidak akan marah.
Maka sampai hari ini, pengguguran itu tetap menjadi rahasia ku, dan sampai kapanpun biarkan tetap menjadi rahasia.. Tidak ada yang tau, selain aku, Mas Andi dan kamu..
Mas Andi sosok yang sangat humoris, Baik, aku jatuh hati padanya. Kisahku dengan dia sangat unik. Aku terlena saat dia setiap pagi menaruh mawar merah di depan kos ku. Atau ketika tiba-tiba datang tukang pos, ngirim buku pemberian darinya. Padahal kos ku dengan kos nya begitu deket.. tapi aku seneng,, dan aku sangat menikmatinya masa bersamanya..

Sampai akhirya aku terbuai, dia berani menjamahku dan menitipkan buah cintanya kepadaku, sebelum ujungnya dia pergi seperti pecundang. Aku masih ingat saat dia terakhir menemuiku dengan memberi obat yang katanya akan menyelesaikan semuanya, yang belakangan aku tau, bahwa itu obat penggugur janin. Aku harus menerima kesakitan, pedih ini seorang diri... tapi biarlah, aku tetaplah perempuan, rasa sakitku tertutup kisah manisku dengannya..

Di lain waktu, aku janji akan ceritakan kisahnya kepadamu...


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Masjid Pathok Negoro Dongkelan: Pusat Syiar Islam dan Perjuangan Laskar Dipanegara Melawan Belanda

Sebagai pusat syiar islam di tapal batas kerajaan, Masjid Pathok Negara Dongkelan saat ini masih berdiri gagah. Aktif digunakan sebagai pusat kemasyarakatan, sosial dan ibadah.  Pusat Perjuangan Laskar Dipanegara Melawan Belanda  M atahari baru lengser dari angka dua belas, siang itu, ketika masyarakat Dongkelan, Kauman, Desa Tirtonirmolo, Kasihan, Bantul keluar dari serambi masjid usai menjalankan ibadah.  Masjid yang berada di Dongkelan ini merupakan satu diantara Pathok Negara dari Kasultanan Ngayogyakarta Hadiningrat. Dalam catatan sejarah, masjid berusia 243 ini pernah menjadi basis perjuangan rakyat melawan Belanda dalam perang Dipanegara tahun 1825 Masehi. Peristiwa ini terjadi pada masa pemerintahan Sri Sultan Hamengkubuwono V.  Diceritakan oleh Abdi Dalem Kemasjidan, R. Muhammad Burhanudin, Masjid Pathok Negara Dongkelan didirikan pada tahun 1775 M oleh Keraton Ngayogyakarta, bersamaan ketika pembangunan serambi masjid gedhe Kauman....

Masjid Agung Giriloyo, Rencana Peristirahatan Terakhir Sultan Agung

Berdiri tenang dibawah Bukit Kabul, Giriloyo, Masjid Agung ini dikelilingi banyak pepohonan rindang yang membuat udara sejuk, tenang dan memberikan nuansa kekhusu'an tersendiri ketika beribadah di Masjid kuno ini.  Rencana Peristirahatan Terakhir Sultan Agung  Masjid Agung Giriloyo merupakan satu diantara masjid tua yang berdiri kokoh di kaki sebuah bukit di komplek pemakaman giriloyo, Dusun Cengkehan, Desa Wukirsari, Kecamatan Imogiri, Bantul.  Berdirinya masjid dan komplek makam giriloyo ini sangat erat kaitannya dengan Masjid Pajimatan dan komplek pemakaman raja-raja Mataram di Imogiri. Usia dari kedua masjid dan pemakaman diperkirakan tak jauh berbeda. Dibangun pada abad 16 Masehi lebih dari 368 tahun silam.  Diceritakan Abdi Dalem Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat, Muhammad Ilham. Komplek pemakaman Giriloyo d ibangun pada masa pemerintahan Sultan Agung, tepatnya pada kisaran tahun 1632 Masehi. Untuk diketahui, Sultan Agung memerintah ke...

Membawa Luka

foto:putianggraini.wordpress.com             Keraguan saat memasuki kota gudeg itu tiba-tiba muncul, saat langkah kakiku pertama kali   menapaki peron stasiun Tugu, ada kegamangan dalam batinku yang melonjak-lonjak hingga menghadirkan keraguan. Kutimang-timang kadar kekalutan tanpa mempedulikan orang yang berlalu lalang dikiri dan kananku. Aku putuskan diam sejenak. Beberapa detik berlalu, akhirnya kulangkahkan kaki lagi. Kumantapkan tekad dalam tiap jengkal kaki yang berpacu dengan waktu. Yogyakarta sudah banyak berbenah, kenanganku mengulur ke masa lalu, dimana pertama kali aku menginjakan kaki dikota budaya ini, masih teringat saat lelaki itu menyambutku dibalik pintu keluar  stasiun Tugu dengan senyum keteduhan. Ia memeluk erat tubuh kucelku yang seharian belum mandi dan banyak terbalut debu kereta. Lelaki itu begitu sabar menunggu kedatanganku dari ibu kota. Sikapnya yang sabar, dan tatapan matanya yang teduh, itulah alasan yang m...