Demokrasi merupakan suatu kata yang
sangat boming, populer dan tidak asing di telinga kita khususnya para aktivis
yang mengatas namakan insan pergerakan, tidak ada istilah lain dalam wacana
politik yang banyak di bicarakan oleh politisi maupun akademisi melebihi
istilah Demokrasi.
Tidak pernah di pungkiri bahwa semua orang mendambakan yang namanya demokrasi, dari mulai rakyat jelata sampai mereka yang mempunyai integritas tinggi tentang kesadaran politik, mereka rindu akan implementasi demokrasi, mereka teramat yakin bahwa hanya demokrasi yang akan lebih banyak membawa kemaslahatan umat manusia ketimbang yang lainya.
Tetapi
sekarang yang menjadi beban berkepanjangan adalah apakah yang dinamakan demokrasi??
Ini menjadi pergulatan yang teramat panjang, di kelas, di kantin sampai diskusi
serius di warung kopi setiap malam belum habis juga wacana tentang demokrasi.
Ada yang mengatakan bahwa demokrasi memberi penghargaan yang setinggi tingginya kepada rakyat, memberi peluang kepada rakyat untuk ikut andil dalam menentukan kebijakan publik, bahkan di sela sela kami ngopi di sebuah kedai pinggir jalan, ada juga yang berbicara bahwa kalau di ibaratkan demokrasi adalah gudang kebijakan, rakyatlah kunci pembukanya, setiap kebijakan haruslah melalui pintu, nah untuk membuka pintu harus butuh rakyat. Aku sedikit getir mendengar celoteh ini, seperti biasa aku tak berani angkat bicara, hanya bergumam dalam hati. “Demokrasi tidak sesederhana itu kawan, demokrasi mempunyai makna yang teramat sangat luas, tidak bisa hanya di pandang dari satu sudut dimensi belaka”, dimensi pertama mengajarkan kepada kita apa yang seharusnya secara nyata dari demokrasi. “kedaulatan ada di tangan rakyat, dan di lakukan sepenuhnya oleh majelis permusyawaratan rakyat”, kata undang undang dasar ’45, tetapi apakah benar demikian?? Aku membatin sendiri
Nyatanya rakyat
hanyalah di jadikan sebagai pemanis buatan dalam kahidupan politik, agar
semuanya nampak manis dan indah.
.
Sementara dalam dimensi yang lain, demokrasi memperlihatkan kepada kita apa yang sesungguhnya terjadi dalam kehidupan politik sebuah negara, bagaimana kedua dimensi tersebut diwujudkan dalam kehidupan politik sehari hari. Bentuk nyatanya adalah diadakanya pemilihan umum yang bebas dan persaingan antar parpol berjalan dengan fair dan wajar. Rakyat di beri kebebasan sepenuhnya, kebebasan berpolitik, berbicara maupun kebebasan menikmati hak hak dasar rakyat sebagai manusia merdeka.
Sementara dalam dimensi yang lain, demokrasi memperlihatkan kepada kita apa yang sesungguhnya terjadi dalam kehidupan politik sebuah negara, bagaimana kedua dimensi tersebut diwujudkan dalam kehidupan politik sehari hari. Bentuk nyatanya adalah diadakanya pemilihan umum yang bebas dan persaingan antar parpol berjalan dengan fair dan wajar. Rakyat di beri kebebasan sepenuhnya, kebebasan berpolitik, berbicara maupun kebebasan menikmati hak hak dasar rakyat sebagai manusia merdeka.
Rakyat
boleh berwacana tentang apa saja, tak ada bungkam. Mereka bebas menikmati medi
massa yang bebas, menulis , menyiarkan apa saja selagi tidak menghina,
merugikan sesama, golongan, dan tidak juga mengadu domba masyarakat. Dan rakyat
juga bebas berkumpul dan kemudian mendirikan organisasi apapun, terlepas itu
organisasi sosial, ekonomi, keagamaan maupun politik, yang pada intinya sebagai
warga negara, rakyat bebas dari rasa takut,
itulah hakikat demokrasi bung.,,!!!
Aku
tau mereka yang namanya nongkrong di papan
anggota pejabat kampus, lebih paham tentang demokrasi, tetapi teramat
sayang, mereka sangat pengecut untuk memulai demokrasi sepenuhnya,hanya setengah
setengah yang ku rasakan: maju mundur,
Jadilah “demokrasi yang tidak wajar” bagiku.
Ini
juga yang terjadi pada negriku, mulai dari jajaran legislatif, yudikatif maupun
eksekutif dan semua pihak terkait pengelola negara, rasanya tak pernah habis
otaku berfikir tentang title kebangsawanan mereka. Tentu jelas mereka bukan
orang bodoh, tak jarang dari mereka menyabet gelar sarjana dari berbagai
universitas ternama di eropa, tapi yang kurasakan aneh. Dan fenomena ini terus
merambah sampai pada kampusku yang di gadang gadang sebagai insan pergerakan,
membawa bendera revolusi, kritis, loyal dan indipendent mungkin itu image yang
melekat pada mereka selama ini, tapi nyatanya?? Sungguh masih terlalu muda dari
itu semua,
Rasanya tak berani kusebut mereka tak demokratis, mereka tetaplah ber_demokrasi, hanya saja tidak sempurna, kerena kelabilan dan rasa takut yang menopang, inilah demokrasi yang tidak wajar, ketidak wajaranya adalah menyangkut rotasi pergantian kekuasaan yang sangat menekan, sadarlah kita di pecundangi oleh sistem kawan, harus merekayasa yang sesungguhnya mendidik kita jadi pecundang. walaupun dimensi dimensi yang lain dapat di wujudkan, termasuk pengkaderan yang transparan dan elektabilitas politik yang tinggi. Harusnya Ini akan menjadi lebih kuat jika mereka berani untuk membongkar sistem yang ada, tapi entahlah_ demokrasi memang tergantung dari kita yang menjalani.
Djogjakarta,
Komentar
Posting Komentar