Aku
seret kakiku menyusuri lorong fakultas, setelah menyelesaikan ujian terakhir, bergegas
melangkah cepat menyusuri teman-temanku yang sedang duduk berjajar di sepanjang
koridor deretan ruang kelas. Hari ini adalah hari terakhir ujian semester
setelah dua minggu dilewati, dan, itu artinya libur panjang siap menanti,
banyak teman-teman yang melewatkan hari terakhir di kampus ini dengan bercengkrama
dengan teman-teman terdekatnya di kedai pinggiran kampus ataupun dikantin pojok
fakultas, dan ada juga sebagian dari mereka yang sengaja duduk dideretan kursi besi
yang sengaja di buat untuk istirahat, sampai tampak sepanjang koridor fakultas
penuh, karena bagi mereka hari ini adalah pemberhentian-sepesial, ketemu terakhir
bareng teman dekat yang sebentar lagi akan hilang, beberpa bulan mengisi hari-hari
dengan libur panjang.
aku semakin
tundukan kepala menatap lantai, berjalan pasti, lewati koridor meninggalkan
ruang kelas, ujung mataku sekilas menangkap tawa gembira dari teman-temanku,
tawa yang dapat aku artikan sebagai kemenangan dari peperangan yang
membosankan, tawa kebebasan dari belenggu rutinitas kampus yang menjengkelkan,
tawa lepas dari sekian banyak tugas, ya mungkin hari ini bagi sebagian dari mereka
adalah kemerdekaan.
Sebenarnya hari ini adalah hari yang membahagiakan, tapi entah kenapa, ada sesuatu yang membelenggu jiwaku untuk merasakan kebahagiaan seperti yang mereka rasakan, ada semacam beban yang membuat bibirku enggan tuk mengembang, bibirku kelu, ada perasaan kalut yang sedang mencuri rasa bahagiaku, itu yang saat ini ku rasakan.
aku semakin tertunduk lihat lantai yang ku pijak, keramik lantai seakan berjalan bersama langkah kaki yang kian pasti, meninggalkan sederet tawa, dengan cemas dan perasaan gundah.
Sebenarnya hari ini adalah hari yang membahagiakan, tapi entah kenapa, ada sesuatu yang membelenggu jiwaku untuk merasakan kebahagiaan seperti yang mereka rasakan, ada semacam beban yang membuat bibirku enggan tuk mengembang, bibirku kelu, ada perasaan kalut yang sedang mencuri rasa bahagiaku, itu yang saat ini ku rasakan.
aku semakin tertunduk lihat lantai yang ku pijak, keramik lantai seakan berjalan bersama langkah kaki yang kian pasti, meninggalkan sederet tawa, dengan cemas dan perasaan gundah.
“nisa’...!!!
tunggu nis”!!
suara
isna melengking dari kejauhan, Aku menghentikan langkah, berbalik menengok ke
arah suara.
isna berlari tergopoh-gopoh menghampiriku, nafasnya berpacu turun naik tak menentu, huuh..!!! “akhirnya ketemu juga,” celotehnya kemudian sambil menyeka keringat yang membasahi pelipisnya,
isna berlari tergopoh-gopoh menghampiriku, nafasnya berpacu turun naik tak menentu, huuh..!!! “akhirnya ketemu juga,” celotehnya kemudian sambil menyeka keringat yang membasahi pelipisnya,
“ada apa na kayaknya penting banget”?, tanyaku setelah isna mengatur nafas. Isna adalah salah satu sahabat karibku, satu yang membedakan dia dengan sahabtku yang lain, dia selalu heboh tetapi berpenampilan simpel, itu yang aku suka dari dia.
“penting, ini jelas penting, kamu ditunggu temen-temen tuh, semua udah ngumpul ditempat biasa, ada haris, lia, rahman, ikut ngumpul bentar ya”!! , jawab isna dengan heboh dan mimik muka penuh harap.
Aku mengerti Sahabat adalah saudara yang tuhan titipkan dalam rahim ibu yang lain, sahabat adalah bagian tubuhku yang terpisah, aku paham dan sebenarnya tak mau mengecewakan apalagi sampai menyakiti sahabat sendiri, mereka semua yang di sebutkan isna adalah sahabat paling dekatku di kampus dan di tanah rantau ini, ya, aku kuliah dikota pelajar,di kampus putih, sedang aku berasal dari kabupaten terakhir dari provinsi jawa tengah, aku berada disini dengan menggenggam keyakinan dan tiket beasiswa cssmora, program dari departemen agama untuk menjaring mahasiswa berprestasi. Tanpa program itu kuliah hanya akan jadi mimpi bagiku,
Sekarang
aku tercatat sebagai mahasiswi di salah satu perguruan tinggi negri ternama di
kota yogjakarta, sebagai kota pelajar, jogja adalah kota yang penuh
kebhinnekaan, karena setiap tahun banyak generasi bangsa dari seluruh pelosok
negri yang merantau disini, berbagai macam bahasa dan budaya yang di bawa dari
setiap muda mudi nusantara berbaur dalam satu kota, hidup berdampingan menjadi
satu keharmonisan tiada tara.
begitu juga diriku, aku adalah anak rantau yang cita-citanya ku gantungkan dikota ini, aku berasal dari kota bawang, kota kecil yang terletak di pesisir jalur pantura,
begitu juga diriku, aku adalah anak rantau yang cita-citanya ku gantungkan dikota ini, aku berasal dari kota bawang, kota kecil yang terletak di pesisir jalur pantura,
Dan
sahabat bagiku adalah mereka yang mengajarkan akan indahnya kebersamaan..
aduuh,,!! Nggak bisa na,,!! “sebenarnya aku pengen ketemu kalian, tapi saat ini aku minta maaf aku tidak bisa”, aku menegaskan dengan sedikit bumbu senyuman.
“emang kamu mau kemana? keliatanya buru-buru banget, please ikut bentar ya”!! isna berceloteh masih tetap berusaha membujuk.
aduuh,,!! Nggak bisa na,,!! “sebenarnya aku pengen ketemu kalian, tapi saat ini aku minta maaf aku tidak bisa”, aku menegaskan dengan sedikit bumbu senyuman.
“emang kamu mau kemana? keliatanya buru-buru banget, please ikut bentar ya”!! isna berceloteh masih tetap berusaha membujuk.
aku terdiam tanpa kata, menunduk dan menimang tawaran isna, perasaan berkecamuk tak lagi bisa ku bendung, aku kukuhkan hati tak bisa menerima tawaran itu, aku angkat muka tersenyum untuk menutupi gejolak hatiku, tapi nampaknya isna melihat ekpresi mukaku yang tadi sendu, lantas berucap..
“ya udah deh, kalau emang kamu nggak bisa, nanti aku salamin buat mereka”. Ucapanya lemah seakan ada rasa kecewa yang terselip dalam intonasi suaranya, kecewa karena tidak bisa bercengkerama bersama, tetapi apa daya, dia juga mungkin memahami karakterku, tegas dan penuh pendirian, rasanya percuma ketika dia terus merayu, terpaksa dia harus melepasku dengan senyuman yang entah sukar dimengerti.
“tapi beneran kamu mau balik kampung hari ini juga nis”? Tanya nya kemudian ketika aku sudah menyeret kakiku selangkah, aku menengok dan tersenyum, menganggukan kepala dengan pasti, aku lihat mimik wajahnya langsung berubah, terpaksa aku balik hampiri dia yang terus mematung
“perpisahan ini bukanlah akhir dari segalanya,
kadang kala perpisahan memang selalu mengajarkan kita kehilangan, tapi yakinlah
rasa kehilangan itu ada karena sahabat adalah pemilik dari sejarah hidup kita
yang terpisah, seharusnya kemana kita melangkah sahabat sejati akan hidup dalam
hati ini”, ucapku sambil menunjuk ke dadanya..
“rasa rindu adalah kekuatan kita” lanjutku dengan menggenggam erat tangan sahabat dekatku ini, mencoba meyakinkannya, bahwa semua akan baik baik saja. aku tatap matanya dalam-dalam, menyelam dalam lautan perasaanya, ada rasa haru yang membelenggu senyum sahabatku ini, hingga ku dapati ada air yang menggenang dalam pelupuk matanya, merembes ke pipinya-kemudian jatuh menghujam kedasar lantai, seketika dia langsung memeluk erat tubuhku, tak terbendung lagi, sedu sedan tumpah ruah dalam pelukan, dia terisak sekian detik dalam pelukanku, aku paham keadaan ini, perpisahan memang terkadang menjengkelkan, dia lepas pelukanya setelah semua tenang, dia cepat menyeka bekas air matanya, aku tersenyum, senyum yang sengaja ku tularkan pada dia, dia akhirnya menyadari itu, dan ku liat bibirnya mulai mengembang penuh kegetiran.
“rasa rindu adalah kekuatan kita” lanjutku dengan menggenggam erat tangan sahabat dekatku ini, mencoba meyakinkannya, bahwa semua akan baik baik saja. aku tatap matanya dalam-dalam, menyelam dalam lautan perasaanya, ada rasa haru yang membelenggu senyum sahabatku ini, hingga ku dapati ada air yang menggenang dalam pelupuk matanya, merembes ke pipinya-kemudian jatuh menghujam kedasar lantai, seketika dia langsung memeluk erat tubuhku, tak terbendung lagi, sedu sedan tumpah ruah dalam pelukan, dia terisak sekian detik dalam pelukanku, aku paham keadaan ini, perpisahan memang terkadang menjengkelkan, dia lepas pelukanya setelah semua tenang, dia cepat menyeka bekas air matanya, aku tersenyum, senyum yang sengaja ku tularkan pada dia, dia akhirnya menyadari itu, dan ku liat bibirnya mulai mengembang penuh kegetiran.
aku tinggalkan dia yang masih mematung melihat ku melangkah pergi, dalam hati ku berdoa semoga semua akan baik baik saja...
Bersambung...
Komentar
Posting Komentar