Babak pergulatan antara
birokrat dengan rakyat dalam aksi petani menolak semen menemui titik nadir baru.
Seperti sebuah takdir,
pergulatan nasib ini nampaknaya akan terus hidup dan mengada, sebagai sebuah
simbol perlawanan atas represi ketidakadilan.
Miris memang..!!
Saat kita dapati
seratusan petani yang menuntut haknya melakukan aksi cor kaki di depan istana,
bahkan sang kartini, ibu Patmi biasa kita mengenalnya telah gugur dan darahnya
tumpah untuk pertiwi, Ia syahid mecatatakan nama dalam panggung sejarah kelam perjuangan rakyat bawah.
Pertanyaanya, apakah dengan tumpahnya darah, pemerintah bergeming dan melunakan sikap??
Pertanyaanya, apakah dengan tumpahnya darah, pemerintah bergeming dan melunakan sikap??
Jawabnya, TIDAK!
Pabrik semen tetap
bersikukuh lanjut. Pemerintah bahkan juga mendukung. Meskipun dengan alasana
akan mengeluarkan kajian lingkungan dan izin baru. Nyatanya orang-orang macam Rini
Soemarno, Ganjar Pranowo dan anggota parlemen di Senayan bersikeras bahwa
pembangunan pabrik berkapasitas 3 juta ton per tahun akan jalan terus. Mulus..
Maka jangan heran, Di berabagai
daerah, luapan aksi massa peduli kendeng terus menggeliat, tak terkecuali di
Sukoharjo.
Pada Kamis (23/3/2017)
kemarin ratusan Mahasiswa yang tergabung dalam Aliansi Mahasiswa Se-Soloraya menggelar
aksi bertajuk lestarikan kendeng.
Semoga aksi peduli kendeng yang dilakukan kawan-kawan mahasiswa
bukan hanya sebatas seremonial belaka..
Kendeng, Lestarilah...!!
Ini memang harus kita pikirkan bersama.
terutama persolan petani..
Kenyataan memang terkadang menghentak kesadaran kita, di negeri yang masih mengukuhkan diri sebagai negeri agraris nyatanya hak dan kepedulian terhadap petani nayatanya hanya jargon dan oomong kosong belaka.
Data sensus pertanian (ST) 2013, Indonesia masih mengukuhkan diri menjadi negara agraris, tercatat sekitar 38 juta dari total 252,16 juta penduduk manafkahi keluarganya di sektor pertanian. Artinya, negara agraris ini sebenarnya bisa memproduksi apa saja dengan tanahnya yang subur dan hamparan pulau yang bergandeng-gandeng mesra ini.
tetapi nyatanya?
pemerintah belum memiliki political will yang cukup kuat untuk mensejahterakan petani. bahkan belum mampu memberikan image bahwa petani itu keren.
Karena data Badan Pusat Statistika (BPS) (Medio Januari-Agustus 2015) juga menunjukan keran impor dan ketergantungan Indonesia pasokan bahan makanan dari luar masih sangat tinggi..
Tercatat untuk beras Indonesia masih mengimpor 225.029 ton dengan nilai mencapai US$ 97,8 Juta. Kemudian Kedelai 1.52 juta ton dengan nilai US$ 719,8 juta, Jagung 2.3 juta ton dengan nilai US$ 522,9 juta, Garam 1.04 juta ton dengan nilai US$ 46,6 juta dan Tepung terigu 61.178 ton dengan nilai mencapai US$ 22,3 juta.
terutama persolan petani..
Kenyataan memang terkadang menghentak kesadaran kita, di negeri yang masih mengukuhkan diri sebagai negeri agraris nyatanya hak dan kepedulian terhadap petani nayatanya hanya jargon dan oomong kosong belaka.
Data sensus pertanian (ST) 2013, Indonesia masih mengukuhkan diri menjadi negara agraris, tercatat sekitar 38 juta dari total 252,16 juta penduduk manafkahi keluarganya di sektor pertanian. Artinya, negara agraris ini sebenarnya bisa memproduksi apa saja dengan tanahnya yang subur dan hamparan pulau yang bergandeng-gandeng mesra ini.
tetapi nyatanya?
pemerintah belum memiliki political will yang cukup kuat untuk mensejahterakan petani. bahkan belum mampu memberikan image bahwa petani itu keren.
Karena data Badan Pusat Statistika (BPS) (Medio Januari-Agustus 2015) juga menunjukan keran impor dan ketergantungan Indonesia pasokan bahan makanan dari luar masih sangat tinggi..
Tercatat untuk beras Indonesia masih mengimpor 225.029 ton dengan nilai mencapai US$ 97,8 Juta. Kemudian Kedelai 1.52 juta ton dengan nilai US$ 719,8 juta, Jagung 2.3 juta ton dengan nilai US$ 522,9 juta, Garam 1.04 juta ton dengan nilai US$ 46,6 juta dan Tepung terigu 61.178 ton dengan nilai mencapai US$ 22,3 juta.
Apa-apaan ini..
Dengan nilai impor sebesar itu, lahan pertanian di daerah Rembang, Pati sebagai kantong swasembada pangan justru malah ingin dirusak dengan menanam angkuh pabrik semen.
miris memang.
Dengan nilai impor sebesar itu, lahan pertanian di daerah Rembang, Pati sebagai kantong swasembada pangan justru malah ingin dirusak dengan menanam angkuh pabrik semen.
miris memang.
Di negeri yang bergelar gemah ripah loh jinawai ini, terhampar nasib kelam
ribuan petani yang kehilangan pekerjaan dan terjun dalam lembah kemiskinan..
Komentar
Posting Komentar